Lagi-lagi kali ini saya tonton a based on true story film. Dari judulnya aja udah cukup oke kayaknya, The Battleship Island. Awalnya saya kira film ini tentang gontok-gontokan di kapal, semacam Pirates Of The Carribean-nya edisi Asia timur, haha... But it was totally wrooooong... Salah saya juga sih, ga lihat trailernya dulu, hehe... Film ini menceritakan tentang sekumpulan penduduk Korea yang dipekerjakan secara paksa di tambang Jepang di Pulau Hashima pada tahun 1945.
Gambar : imdb.com
Sekitar 400an orang Korea ditawan dan dijadikan budak oleh negara Jepang. Mereka dipaksa kerja di pertambangan yang tempatnya 1 KM dibawah permukaan laut sehingga membuatnya "inescapable prison". Keseharian pekerja digambarkan secara brutal dan detail, hingga pada sebuah titik keinginan untuk merdeka itu muncul. Merdeka, membebaskan diri dari perbudakan Jepang. Merdeka itu bukan cuma soal perkataan dan teriakan. Ah...malu euy...disaat orang lain mengangkat senjata untuk meraih kebebasan bernegaranya, saya malah hobi cekikikan pas upacara kemerdekaan. Berjuang untuk merdeka tidak pernah sebercanda itu, tidak pernah segampang upload status tulisan "Merdeka" atau "Dirgahayu", tidak juga diukur dari foto tujuh-belasan di media sosial kamu.
Perjuangan para pekerja yang menginginkan kemerdekaan ini ditampilkan dengan beberapa pertarungan dan pertempuran disepanjang film. Upaya kabur dari tempat penahanan yang disertai dengan serbuan para tentara Jepang membuat suasana mencekam, Terluka, tertembak, terjatuh adalah pemandangan yang kamu dapati. Chant atau yel-yel ala Korea dilantunkan pada saat "big war" untuk menambahkan ketegangan, and it works. Saya sempat merasakan "brebes mili" alias mewek saat soundtrack-nya diputar. Sebuah nilai tambah tersendiri bagi film ini yang berhasil membuat penonton terharu biru. Applause buat Song Joong Ki yang dalam film ini berani tampil tidak ganteng seperti yang kalian lihat di serial populernya, Descendant of The Sun.
Film ini diakhiri dengan baik, dipenghujung film, dikasih fakta tentang Jepang yang bahkan saya sendiri tidak tahu. Sedikit detail yang dirasa kurang diantaranya adalah beberapa aksara Korea tidak diberikan subtitle dalam bahasa Inggris maupun Indonesia sehingga dapat menimbulkan bias. Akhirnya geser dulu popcornmu, simpan dulu makananmu, karena kemungkinan besar kamu tidak akan sanggup bahkan tidak sempat mengunyahnya tatkala menyaksikan film yang menurut saya cukup violence ini. Ya, ini akan menjadi sebuah film history yang cukup mengerenyutkan dahi kamu. Skor saya : 7,5/10.
sindirannya makjleb..
BalasHapusga sebecanda itu ya by.. ^_^