1. Jurassic Park
Ketika saya SD, sekolah saya mengadakan "tur" ke bioskop dan saya ikut di dalamnya. Jurassic Park adalah film yang kami tonton, di bioskop Sumatra 21, Kota Jambi. Itu adalah untuk pertama kalinya saya ke bioskop dan mengenal yang namanya film bioskop. Dengan studio indoor, bangku yang nyaman, layar super besar dan suara menggelegar, ditambah pula dengan kebetulan film yang ditonton adalah film maha dahsyat saat itu, Jurassic Park, alhasil saya yang masih kecil itu pun sangat terkagum dengan apa yang telah mata saya konsumsi. Since then, saya tau rasanya pengalaman nonton film, dan itu lah yang menjadi katalis yang mengarahkan saya untuk punya hobi nonton, mulai dari Layar Emas RCTI, Bioskop Trans TV, Rental Odiva, hingga menjadi "saya saat ini". Dan saya yakin, I'm not the only 90s kid that had their life changed after watching this film. Bener kan? π
2. V For Vendetta (2005)
Meskipun saya suka nonton dari dulu, tapi selera tontonan saya sampai semasa kuliah itu masih saya batasi pada genre popcorn movie, seperti film-film superhero, action dan komedi, sebut saja masa itu Hancock, Green Hornets, Charlie's Angels, Rush Hour, Godzilla, White Chick, Click, even American Pie dan Scary Movie dkk. Suatu waktu, saya melihat ada cover VCD yang eye-catchy di barisan film action tempat saya biasa menyewa film, Odiva. Dengan jubah seperti Zorro, topeng badut dan dua bilah belati, I was totally thinking bahwa ini keknya film superhero baru deh, keknya keren deh, coba ah.
Setelah nonton barulah tahu kebenarannya ini film apa. Bener sih memang film superhero, but it wasn't like my ordinary superhero jaman itu. V adalah sosok antihero dalam plot cerita yang tidak umum bagi sebuah film yang memiliki sosok superhero. Temanya cukup berat dan kompleks, tentang misteri identitas, konspirasi politik, tirani, anarkisme, fasisme dan hak asasi. Anehnya, meskipun temanya berat bagi saya yang masih lugu saat itu, tapi saya tetap bisa tenggelam dalam alur ceritanya yang intense, seperti terpesona oleh dialog V yang selalu diintonasikan dengan kharismatik itu. Terlebih lagi aksi fighting V yang super duper cool itu, epic, dan endingnya yang sangat klimaks itu, I was totally amazed. Sejak saat ini, perspektif saya tentang batasan film berubah, saya tidak lagi hanya mengkonsumsi popcorn movie tapi mulai merambah film-film misteri, yang kompleks, temanya ga umum, meskipun frekuensinya masih sekali-sekali, karena keterbatasan pilihan sumber daya kala itu, belum seperti saat ini. Thanks V.
3. Mission Impossible II (2000)
Meskipun ini sering tayang di TV, tapi saya nontonnya jaman rental VCD pasca V For Vendetta. Secara level ini masih tergolong popcorn movie dengan actionnya yang keren. Film ini yang menggugah pola pikir saya dalam melihat setiap fenomena atau kasus. Bagian yang mananya? Bagian opening kalau ga salah saat si profesor menjelaskan tentang virusnya yang kurang lebih artinya begini :
"What is the thing that every hero need? A villain".
Dalam film itu, si profesor menciptakan virus mematikan sebagai "villain" agar antivirusnya sebagai "hero" dapat laku. Hmm...kok kayak familiar di masa Pandemi kemarin ya? π Tapi film ini rilis sebelum itu, jangan-jangan....π
Pola pikir seperti ini disebut dengan teori konspirasi. Saya yang masih lugu tiba-tiba tercerahkan. Sejak saat itu, setiap kasus selalu tak luput dari pola pikir konspirasi ini, yang bagi saya sangat membantu dalam mengambil tindakan secara bijak, untuk tidak terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan dan menilai atau mengutarakan sesuatu. Saya selalu melihat sesuatu dari dua sisi berbeda, otak saya mensimulasikan secara fiktif segala kemungkinan skenario, yang menganggap bahwa sesuatu bisa saja ada dalangnya, yang ingin mengambil keuntungan dengan cara menciptakan masalahnya terlebih dahulu. Kalau dalam dunia perfilman sudah banyak yang menggunakan plot konspirasi sehingga terkadang predictable.
Teori ini bisa saja diterapkan dalam dunia nyata, namun akan menjadi pikiran yang sangat liar tanpa batas dan dapat menyasar ke sektor apapun. Contohnya seperti politik, incumbent dan koalisi harus membutuhkan oposisi agar mereka bisa terlihat sebagai protagonis dan baik untuk elektabilitas mereka, upsss.... seperti dalam video di channel Helmi Yahya dengan thumbnail "Koalisi dan Oposisi adalah Saudara Kembar Yang Pura-Pura Musuhan".
4. Minority Report (2002)
Ini film Tom Cruise lainnya yang mempu mengubah cara pandang saya terhadap sesuatu. Kali ini sama seperti MI-2 tadi, filmnya way earlier than the real event occured. Jadi nih dalam film ini kan ceritanya ada teknologi yang bisa membaca setiap gerak-gerik manusia secara data sehingga mampu dianalisis nih orang karakternya seperti apa dan memprediksi apa yang dapat mereka lakukan di masa depan. Tujuannya adalah untuk mencegah sebelum kriminalitas itu terjadi. Teknologi ini "diulangi" lagi dalam film Captain America - The Winter Soldier lewat project Insight.
Saya tidak akan membahas cerita filmnya, tapi saya tercerahkan (terlambat) bahwa apa yang ada di film tersebut sebenarnya sudah terjadi di dunia kita sedari digital menjadi hal yang lumrah. Segala yang kita suka lakukan di internet, sosmed, handphone, semua direkam by data. Data itu membentuk kepribadian kita yang bisa dibaca oleh si empunya data, yaitu mega perusahaan seperti Google, Facebook, dan Microsoft. Persis seperti yang ada dalam film dokumenter Netflix : The Social Dilemma dan The Great Hack. Hal ini juga menjadi salah satu faktor yang membuat saya off dari dunia sosmed, kemudian lebih berhati-hati menggunakan segala perangkat dan mengerem aktifitas di internet dengan memperbanyak bekerja, menulis dan menonton saja.
5. Shutter Island (2010)
Ini adalah film rekomendasi dari salah seorang teman lama di komunitas ini, namanya Maul. Seingat saya ini adalah obrolan pertama saya dengannya setelah membentuk komunitas ini. Dari situlah kami ngobrol dan banyak mendapat rekomendasi judul-judul baru. Semua orang tau kalau film ini memiliki twist ending, kecuali saya. Setelah menontonnya saya merasa sangat tertampar, shock, dan membuat ingin menonton film yang beginian lagi dan lama kelamaan menjadi kecanduan film twist ending. Sejak ini, my entertainment world had turned 180', it never be the same anymore, saya lebih terhibur dengan film yang beginian ketimbang yang popcorn movie. Thank you Maul! Tak lama setelah ini, saya melakukan misi bertapa khatamin semua film yang punya twist ending dan menjadi twist ending master π
6. The Host (2013)
Film ini sebenarnya popcorn movie, cuma backstory plotnya yang menggugah perasaan saya. Dalam film ini, hampir seluruh manusia di bumi tubuhnya telah diambil alih oleh semacam alien yang bisa masuk ke dalam otak. Tapi, alih-alih alien ini menyebabkan kehancuran, malah sebaliknya, alien ini lah yang akan menyelamatkan bumi dari kehancuran yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Makanya aliennya dibuat berwarna putih layaknya malaikat. Ya, film ini membuat saya berpikir dua kali tentang eksistensi manusia. Sesungguhnya manusia itulah yang akan menghancurkan bumi, oleh karena segala sifat buruknya, nafsu, keserakahan, ketidakjujuran, ketidakadilan, tidak memiliki rasa tanggungjawab untuk melestarikan alam, hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan mereka sendiri. Maka sejak itu, jika ada manusia yang bertindak diluar sifat-sifat buruk diatas, saya menyebut mereka bukan manusia, mereka adalah alien. Dan pikiran saya ingin semua manusia diganti aja menjadi alien, biar hidup tentram.
Contohnya adalah ketika ada pengendara yang sabar dan tau etika di jalan raya, saya suka bilang "temen saya tuh, alien", karena saya juga termasuk "alien" yang tidak seperti kebanyakan "orang" di jalan raya yang pada ga sabaran. Jokes ini suka saya ucap kepada istri saya sampai melebar kepada "kebiasaan" yang kebanyakan "orang" lakukan, contohnya saat melihat kebanyakan "orang" rela antri rame-rame untuk mencicipi makanan atau tempat baru yang lagi hits atau viral, saya bilang "liat tuh, manusia..macam mati aja kalo ga kesitu", kalo "alien" pasti nyari tempat lain, yang lebih sepi, ngga nyusahin, malah ngebantu yang lain untuk dapat rezeki. Itu hanya sedikit contoh dari pola pikir seorang alien yang berbeda dari kebanyakan manusia, jadi kalo ada temen kamu yang tingkahnya berbeda dari kebanyakan orang, jangan-jangan dia alienπ Kalo dia ga main sosmed, sudah pasti dia alien, karena kalo manusia pasti main sosmed, hihi.. π
7. A Clockwork Orange (1971)
Namun pola pikir diatas mendapat penantang, counter narrative, oleh film milik sutradara legend Stanley Kubrick ini. Setelah diupayakan penyembuhan dengan metode extreme terhadap tokoh utama yang merupakan seorang kriminil parah, akhirnya dia benar-benar kehilangan keinginannya untuk berbuat jahat, tapi dengan konsekuensi yang menyakitkan bagi dirinya. Maka di ending film, dia dibuat untuk kembali "normal" apa adanya. Intinya filmnya menyampaikan pesan tentang "free will" adalah hakekat seorang manusia, whether itu good or bad.
Ya, manusia memang bukan alien kayak di film The Host yang ga punya keinginan apa-apa selain hidup damai tentram aman sentosa, tapi manusia memang diciptakan mempunyai nafsu, dan ini menjadi sebuah freewill baginya untuk melakukan apapun yang dia mau. Maka dari itu jadilah manusia itu sebagai tempatnya salah dan baik. Jadi perspektif saya tentang dunia harus diisi oleh "alien" tadi seketika punya lawan sepadan. Kita ga akan tau pentingnya keselamatan jika semua manusia berbuat baik seperti alien di film The Host. Sama seperti kita ga akan pernah tau perbedaan antara miskin dan kaya jika semua orang di bumi ini kaya, tidak ada yang miskin maka tidak akan ada yang menguji rasa belas kasih kita, rasa syukur kita, keabsahan kita sebagai manusia pun tidak teruji. Kita tidak akan tau betapa pentingnya kebaikan jika semua manusia itu baik. Ya kalo semua orang baik maka kata "buruk" atau "jahat" tidak akan ada di kamus KBBI. Dammit, I hate this.
8. Dogtooth (2009)
Film ini memberikan saya sebuah pemahaman baru, yaitu setiap pribadi orang dibentuk oleh apa yang dia serap atau apa yang dia tau selama dia hidup. Ini diwakilkan oleh para "anak" yang selama ini hidup seperti katak dalam tempurung (literally lho), yang tidak tau apa-apa selain apa yang diajarkan atau apa yang dikasih tau oleh orang tuanya. Ini sama seperti pembentukan pola pikir setiap manusia, setiap kebiasaan manusia. Jika dia terbiasa diajarkan yang baik oleh orang tuanya, maka dia akan jadi anak yang baik pula. Begitu pula sebaliknya, jika orang tuanya mencontohkan yang tidak baik, maka itu diserapnya dan membentuk pribadinya.
Contoh paling simpel, kalau ortunya biasa buang sampah sembarangan, maka pasti anaknya juga ikut begitu seumur hidupnya. Atau jika dia dari kecil di lingkungannya suka dengar lagu dangdut koplo atau house music, maka sampai dia dewasapun seleranya akan sukanya dengan genre itu, sekalipun dia tinggal di kota metropolitan yang modern, tetep aja itu yang lebih suka dia putar. Jika circle kamu sukanya nonton konten unfaedah, maka kamu juga bakal ikutan terbentuk seperti mereka. Youtuber junjungan saya Ezra Pradipta pernah bersabda :
"Selera itu bukan sesuatu yang kamu peroleh, tapi sesuatu yang kamu bentuk, kamu rekam selama hidupmu. Jadi gimana caranya agar punya selera yang bagus? Ya konsumsi yang bagus-bagus aja.".
Hal lain yang menggubah perspektif saya adalah cara mereka membuat sosok ayah. Ayah yang sangat protektif disini seperti simbol dari sebuah otoritas tinggi yang mampu mengatur alur masuk informasi. Otoritas tersebut dapat mengontrol, membentuk dan menggiring rakyatnya ke arah apa yang mereka mau. Seperti negara komunis dengan kediktatorannya di film The Interview. Hal ini masih berada dalam garis abu-abu yang mana bisa jadi baik tapi juga bisa jadi buruk. Selain film Dogtooth, konsep ini juga ditampilkan dalam film The Truman Show (1998), sama-sama seperti katak dalam tempurung (secara literally).
9. Prometheus (2012)
Sampailah kita pada part yang paling kontroversial dari artikel ini, yaitu film yang membuat saya provocative deep thinking, tentang apa sebenarnya tujuan kita manusia diciptakan di dunia. Ini bukan tentang penggoyahan iman, karena bagi saya yang beragama Islam tentu sudah diatur dengan jelas dalam Al-Qur'an yang menyebutkan bahwa tujuan kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah. Tapi ini lebih kepada rasa penasaran dan keingintahuan yang lebih, sebagai akibat dari lumrahnya manusia itu sendiri yang dianugerahi rasa ingin tahu.
Nah film Prometheus ini secara tersirat mempertanyakan hal yang serupa, namun dengan analogi antara Engineer, Weyland, dan David. Ketiganya memiliki hubungan sebagai pencipta dan yang diciptakan. Ada banyak scene dan dialog yang menyinggung tentang hal diatas. Film ini has more meaning than it looks as a horror movie. Termasuk sekuelnya Alien : Covenant (2017) yang masih berkutat pada rasa penasaran yang sama. Makanya di grup WA saya pernah bertanya : film apa yang temanya tentang mempertanyakan human existence, hubungan antara manusia dengan tuhan, tapi bukan straight film religius, melainkan seperti kedua film ini.
10. The Hunger Games : Mockingjay - Part II (2015)
Right at the very ending, yang sangat twist itu, dimana Katniss Everdeen menembakkan busurnya tepat ke jantung Presiden Coin. Seketika itu pula apa yang ada di pikiran Katniss itu tertransfer ke pikiran saya dan mengubah perspektif saya tentang politik. Simpelnya, Katniss merasa sekalipun pemimpinnya udah ganti, tapi sama aja, mereka punya agenda masing-masing. Jadi percuma mengkudeta Presiden Snow. Adegan ini "membunuh" rasa percaya saya terhadap dunia politik, they're all the same. Saya tidak lagi peduli dengan gonjang-ganjing perhelatan politik baik dalam negri maupun luar negri. Di film lain yang juga memberi dampak sejenis yaitu Snowpiercer (2013), dimana pada kenyataannya Wilford, sang pemilik kereta, diam-diam berkoalisi dengan pemimpin grup revolusi, Gilliam, yang jelas-jelas sepanjang tahun menjadi oposisinya. Tujuan mereka yaitu untuk menjalankan skenario mereka membawa Curtis ke tahta lokomotif. That's the dark side of politics, man.
11. Seo Bok (2021)
Saya benar-benar tidak menyangka bahwa sepenggal kalimat yang disampaikan oleh AI-Humanoid, Seo Bok, akan menohok langsung kepada prinsip yang selama ini saya pegang. Jadi, diri saya ini adalah orang yang sangat concern, menghargai, menjunjung tinggi, dan mengutamakan dunia pendidikan ketimbang yang lainnya. Kenapa? Karena lewat ilmu pengetahuanlah dunia akan menjadi lebih baik. Manusia akan lebih beradab jika mereka berilmu, ga ada lagi yang bar-bar. Tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat kesengsaraan seperti kemiskinan dan kriminalitas. Sebaliknya tingkat pendidikan tinggi cenderung akan membawa kesejahteraan. Lewat ilmu pengetahuan jualah akan ditemukannya teknologi-teknologi baru yang dapat membantu manusia dan bumi itu sendiri. Contoh simpelnya seperti mengharapkan ditemukannya obat kanker sehingga tidak ada lagi orang yang mati karenanya. Atau diciptakannya mobil terbang, sehingga tidak perlu lagi mengalami kemacetan yang menyebalkan.
Berdasarkan hal-hal diatas saya ingin orang-orang di dunia juga memuja pendidikan, mengutamakan sektor pendidikan. Saya ingin setiap elemen masyarakat dan stakeholders mampu membuat kondisi dimana insan pendidikan itu terhormat, termulia, terhebat dan terkaya. Saya berfantasi bahwa seharusnya yang dibuat kaya itu adalah insan pendidikan, anak-anak cerdas, bukan artis atau siapapun yang kaya lewat popularitas. Saking stuck-nya dengan prinsip ini, saya pernah bikin tulisan singkat tentang ini. Saya juga sampai membuat sebuah film pendek scifi action yang menyampaikan pesan tentang prinsip saya ini berjudul Konspirasi di channel Youtube Plus741 (eh..promosi.. π ), dapat kalian tonton klik disini.
Tentang cerita tulisan saya itu , dulu waktu saya kursus di LIA, ada tugas yang mengharuskan muridnya membuat artikel singkat berbahasa inggris dengan mengambil topik yang menjadi masalah di Indonesia. Saya mengambil topik tentang "Dunia Pendidikan vs Dunia Keartisan", ini dilatari oleh saat masa itu saya merasa seluruh Indonesia sangat memuja ajang pencarian bakat seperti Indonesian Idol dan AFI, sampai-sampai sektor pejabat pemerintah pun juga memberi "dukungan berlebihan" kepada peserta yang berasal dari daerahnya. Sampai-sampai saya bergumam "Giliran yang ginian aja pada didukung, coba liat yang pendidikan, minim banget". Ini adalah fenomena nyata, jika kalian menelusuri lebih dalam tentang ini, kalian akan menemukan kesimpulan yang sama dengan saya.
Dalam tulisan tugas tersebut, saya analogikan seperti perbandingan 2 kota. Anggap saja Kota A, adalah kota yang seluruh elemen di dalamnya sangat memuja dunia keartisan, mereka membuat sektor itu menjadi lahan emas yang dapat membuat kaya seseorang. Sehingga setiap orang tua berupaya untuk gimana caranya bisa membuat anaknya jadi artis atau terkenal atau kalau bahasa sekarang adalah viral. Sebaliknya, di Kota B, setiap elemen di dalamnya sangat memuja pendidikan. Mereka membuat kaya orang-orang berpendidikan. Sehingga setiap orang tua mendorong anaknya untuk berlomba-lomba mengasah ilmu pengetahuan. 30 tahun di masa depan, Kota A akan berisi orang-orang bodoh, sedangkan Kota B berisi para intelektual, maka kita akan menemukan jawaban kota mana yang akan lebih maju, kota mana yang lebih canggih, kota mana yang lebih sehat, kota mana yang lebih beradab. Seperti di film Tomorrowland, itu adalah persis seperti yang saya bayangkan (yang nanti akan saya jabarkan di artikel selanjutnya). Yet, pada kenyataannya, sampai saat ini, coba kalian lihat negri kita, akan kearah mana, akan jadi Kota A atau Kota B? Dalam film Tomorrowland ada quote persis menyinggung hal ini :
"Ada dua serigala, yang satu kebaikan dan yang satu keburukan, kalo berantem yang mana yang menang? Jawabannya yang kamu beri makan.".
Telah banyak fenomena orang bodoh diviralin oleh masyarakat yang bodoh pula, yang pada akhirnya membuat mereka terkenal dan kaya.
Oke cukup soal tulisannya, hubungannya dengan Seo Bok adalah prinsip saya tadi yang mengutamakan pendidikan dan ilmu pengetahuan, seketika dipatahkan oleh quote dia yang kurang lebih artinya seperti ini : Jika manusia hidup selamanya, maka itu akan buruk, karena orang-orang serakah akan tetap ada di dunia". Jadi ceritanya, Seo Bok itu adalah AI-humanoid hasil kepintaran teknologi manusia, yang dalam tubuhnya menyimpan kunci untuk obat segala jenis penyakit kronis. Hal ini membuat seorang konglomerat berambisi untuk mengambil "obat" tersebut untuk penyakitnya. Kata-kata "serakah" tadi ditujukan salah satunya untuk si konglomerat ini, dia adalah orang yang selalu ingin terus menambah kekayaan. Jika dia tetap hidup, maka dia akan semakin serakah. Atas dasar satu contoh ini saja, Seo Bok meyakini bahwa immortality justru akan membawa dampak buruk bagi manusia karena nasfu manusiawi itu sendiri. Jadi Seo Bok ga setuju kalau teknologi "penyembuh ajaib" dalam dirinya itu diteruskan, sehingga dia memilih bunuh diri. Makjleb bukan? Yang tadinya saya pikir diperlukan kepintaran manusia untuk menemukan obat kanker, malah dipatahkan oleh teori Seo Bok yang menurut saya ada benarnya juga. Jadi benar-benar mengubah perspektif saya tentang prinsip pendidikan tadi.
Oke sekian dulu tulisan kali ini, ketemu lagi di tulisan selanjutnya yang saya rencanakan adalah tentang film-film yang "gue-banget". yang mewakili kepribadian saya, cara pandang saya, sifat saya, dll (artikel narsis lah pokonya π ).
- Until next time, and stay classy -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar