Kalau sebut judul film The Hunger Games, mungkin sebagian besar orang pasti kenal dan tahu itu film apa. Coba diajukan nama “Battle Royale”, tak semua orang yang tahu, termasuk saya sebelum ini, hehe... Orang-orang mengenal The Hunger Games sebagai film yang menampilkan teen death games yang bagus, namun jauh sebelum itu, telah hadir lebih dahulu film Battle Royale, yang menurut beberapa orang sebagai perintis alias pioner teen death games. Film-film sejenis death games yang muncul setelahnya yaitu The Purge, The Cabin In The Woods, The Belko Experiment, The Tournament dan The Condemned. Film dari negeri jepang ini menjadi sebuah film classic cult yang sampai saat ini terus menjadi perbincangan orang di seluruh dunia karena bagusnya dan tentu karena kontroversinya. Mana ada sih death games yang tidak kontroversi, hehe...
Gambar : beneaththeunderground.com
Bicara soal cerita, pada awal film, ada narasi yang menyebutkan bahwa negara sedang dalam kondisi buruk, pengangguran banyak, kriminalitas remaja meningkat dan orang dewasa kehilangan kepercayaan takut terhadap yang muda. Oleh karena itu pemerintah menciptakan Reformasi Pendidikan Milenium alias BR Act. Nah setiap tahun digelar sebuah “death game”. Format gamenya adalah dimana sejumlah anak remaja sekitar 1 kelas, dikumpulkan di sebuah tempat terpencil seperti pulau tak berpenghuni. Permainannya adalah mereka diharuskan membunuh satu sama lain sampai tersisa hanya 1 orang yang kemudian dinyatakan sebagai pemenangnya. Persis seperti The Hunger Games bukan? Namun respon kritikus sedikit lebih baik dari beberapa yang membandingkannya dengan The Hunger Games. Sebut saja yang paling mencolok adalah ucapan dari sutradara favorit bro Ilham, Quentin Tarantino, yang menyatakan jika ada sebuah film yang ia harapkan untuk menyutradarainya sejak ia menjadi sutradara adalah film Battle Royale ini.
Lalu, dimana sih letak lebih baiknya? Letak bagusnya?
Film ini menurut saya film yang simpel tapi benar-benar hidup, seru dan well-planning, screenplay-nya itu sepertinya sangat dipikirkan dengan detail oleh sang sutradara. Mungkin sudah tersusun di novelnya ya karena ini film diangkat dari novel yang berjudul sama, kalau begitu credit buat penulis novelnya, hehe... Detail yang dibuat itu membuat filmnya menjadi berisi dan terstruktur. Detailnya tuh seperti ini nih, kenapa harus diberi bekal tas yang isinya berbeda-beda untuk setiap siswa, mungkin bagi sebagian penonton itu tak terpikirkan sama sekali, hanya sebagai penikmat sekilas mata. Tapi sebenarnya ada tujuan agar game jadi lebih hidup, bervariatif dan menghubungkan antar durasi ke durasi.
Gambar : imdb.com
Kemudian detail lainnya adalah penciptaan karakter dari setiap siswa yang berbeda-beda, tapi tak melupakan keremajaan mereka. Setiap karakter dan sifat masing-masingnya mempunyai peran pengisi yang membuat film menjadi berbobot. Ada yang kutu buku, ada yang playgirl, ada yang lugu, ada yang komputer nerd, ada yang jahat, ada yang takut, ada yang jatuh cinta, ada yang tulus kayak Captain America, haha... Itu semua punya fungsi dan peran dalam membuat film ini asik ditonton. Sama seperti isi tas tadi, karakter dan sifat ini terhubung di beberapa scene. Nih salah satu contohnya saja saat awal film ada scene 2 siswi yang ceritanya BFF, tau kan BFF apa?? Hehe... Penonton akan mengira kalau mereka akan saling melindungi. Tapi apa yang disajikan diakhir, kedua BFF ini malah saling bunuh. Jadi rasa BFF itu hilang dikala terdesak. Sebaliknya, yang diawal terlihat saling sinis malah menjadi tim yang solid karena merasa satu hati satu paham.
Masih banyak lagi detail lain seperti kenapa harus ada yang berkoalisi kayak di The Hunger Games, kenapa ada pengumuman setiap 6 jam, kenapa ada “Danger Zone”, kenapa yang pake rompi anti peluru dibunuh dengan menggunakan samurai, dll deh. Pokoknya setiap scene dan detailnya itu saling mengisi dan berhubungan. Yang perlu dipuji lagi adalah koregorafi dan visual make up, cara mereka bertingkah laku, melarikan diri, bertarung dan luka serta darah yang terkesan real dan natural, mengingat ini tahun 2000, rasanya masih orisinil dibuat tanpa CGI. Bagi kamu yang suka violence action tentu ini adalah surganya, ya sebandinglah dengan The Raid cuma lebih colorful aja. Sosok para remajanya disini mirip-mirip anime gitu guys, mulai dari tampang, gaya dan dialognya. Muka-muka berkarakter kayak Shuya yang mirip Captain Tsubasa, atau Kazuo yang mirip anime pemain basket, Kuroko No Basket, atau si cute Noriko yang mukanya anime girl banget.
Gambar : imdb.com
Melihat bagaimana berjuang hidup itu susah tentu sangat dramatis, apalagi dibalik ini semua hanya game dan ada orang yang dengan santai dan dinginnya menyaksikan itu semua dan menganggap enteng. Seperti sang guru yang diperankan oleh aktor Takeshi Kitano, yang juga main di film Ghost In The Shell-nya Scarlett Johannson. Sekian review kali ini, semoga dapat menjadi tambahan referensi kalian dalam menonton ya. Untuk tahu siapa yang menang dari game ini silahkan ditonton. But jangan tiru adegan dalam film ini, tidak boleh, itu kriminal dan tidak berprikemanusiaan ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar