Senin, 16 Maret 2020

The Invisible Man (2020) : Terror Menakutkan Sang Mantan Yang Tak Kasat Mata (By Om Boy – JMFC 030)

Awas neng...ada sesuatu di belakang!
Sebelum kita mulai mengulik film The Invisible man, mari kita berbicara Fun Fact dulu. Universal Studio diketahui berusaha membuat Shared Universe ala-ala Marvel dengan MCU-nya, yang nanti isinya adalah film-film yang bercerita tentang monster-monster dan mahluk supranatural seperti Mummy, Frankenstein, Dracula, The Invisible Man, Creature from Dark Lagoon, Jekyll and Hyde dan lainnya. Shared Universe ini mereka beri nama Dark Universe. Rencananya Dark Universe ini dimulai dengan Film The Mummy (2017) yang dibintangi oleh Tom Cruise. Namun rupanya pesona Tom Cruise tidak bisa membuat film ini laris dipasaran. Dengan gagalnya film The Mummy, Universal Studios nampaknya tidak lagi melanjutkan Dark Universenya. Nah saya pun mengira begitu. Sampai pada akhir tahun 2019 saya mendapat kabar udah ada trailer film The Invisible Man. Tentunya menjadi sangat excited mengingat saya menanti-nanti film kelanjutan dari Dark Universe. Ternyata film yang ditayangkan pada 26 Februari 2020 ini bukan bagian dari Dark Universe. Tidak ada benang merah sama sekali dengan film The Mummy (2017) ataupun tidak ada set up untuk next installmentnya. 

Dark Universe Casts
The Invisible Man (2020) ini merupakan adaptasi kekinian dari novel berjudul sama karya HG Wells yang juga pernah difilmkan pada tahun 1933. Adaptasi kali ini juga sedikit mengambil unsur Sci-Fi. Yang agak berbeda dengan adaptasinya pada film Hollowman (2000). Ok. Jadi itulah alasannya kenapa saya akhirnya menonton film The Invisible Man, karena saya mengira ini adalah bagian dari Dark Universe. Secara pribadi saya tidak terlalu menyukai genre film Horror. Sekarang kita kembali ke Review The Invisible Man. Review ini saya sudah usahakan spoiler-free. Jadi cukup aman untuk dibaca sebelum menonton filmnya. Trailernya bisa klik disini. And here we go...

Sinopsis :
Cecilia terperangkap dalam hubungan yang toxic dengan pasangannya Adrian, seorang ilmuwan brilliant yang sangat over protective, posesif dan abusif. Yang membuat Cecilia hidup dalam ketakutan. Hingga pada suatu malam Cecilia kabur dari kediaman Adrian. Tak lama setelah kabur dari rumahnya, Cecilia mendapatkan kabar bahwa Adrian ditemukan mati dikediamannya, bunuh diri. Dan Cecilia mendapatkan hak waris atas hartanya Ardian. Apa yang dianggap Cecilia sebagai suatu kebebasan ternyata bukanlah seperti yang dibayangkannya. Kejadian-kejadian aneh mulai terjadi disekitarnya. Sesuatu yang tidak kelihatan membuat hidup Cecilia kembali dihantui ketakutan.


Review :
Dari sinopsis sebenarnya kita sudah bisa menebak ini jalan ceritanya seperti apa. Penuturan ceritanya cukup straight forward. Tapi tidak berarti film ini menjadi datar. Kekuatan film ini justru dari kesederhanaan jalan cerita yang dieksekusi dengan sangat baik oleh sang sutradara Leigh Whannell. Ditambah juga dengan beberapa bumbu twist dibelakang cerita. Yang menurut saya lumayan tidak ketebak. Well.. personaly I didn’t see it coming.

Yang menjadi acungan jempol saya adalah aktingnya Elisabeth Moss sebagai Cecilia Kass. Pendalaman karakter yang ditampilkan oleh Moss betul-betul menjadi inti dari film ini. Moss bisa menampilkan layaknya seorang yang telah menderita tekanan batin selama bertahun-tahun. Menjadi paranoid disetiap kejadian. Depresi dan rasa takut jelas terlihat dari mata serta ekspresi Moss saat memerankan Cecilia. Apalagi dalam film ini sang sutradara berhasil membuat kita juga ikut merasakan apa yang dialami oleh Cecilia. Bagaimana frustasinya seseorang yang selalui dihantui namun tidak dipercayai oleh orang-orang terdekatnya. Malah dianggap sebagai seorang yang delusional dan berbahaya sampai harus diamankan dirumah sakit jiwa. Padahal dia mengatakan yang sebenarnya. Cecilia bahkan nyaris ikut percaya kalau dia memang delusional sampai akhirnya Cecilia memutuskan harus melakukan sesuatu terhadap permasalahannya ini.

Masak dulu ah
Cerita yang sederhana ini juga didukung oleh sinematografi yang ciamik yang membuat betah menatap layar cinema. Begitu juga dengan scoring yang membuat kita semakin hanyut dalam ketegangan. Bahkan untuk sebagian orang mungkin malah menjadi tidak nyaman dengan ketegangan ini. Termasuk saya hehe. Leigh tahu betul kapan harus menyelipkan kejutan melalui sound. Ketegangan dihadirkan cukup intense. Dan intensitas ini cukup terjaga dari awal sampai dengan akhir film. Tidak banyak waktu diberikan kepada penonton untuk menarik nafas.

Bagaimanakah caranya Cecilia bisa terbebas dari terror yang tidak kasat mata ini?. Berhasil kah Cecilia mengungkap misteri dibalik kejadian-kejadian yang tidak bisa dijelaskan akal sehat? Jawabannya harus anda temukan sendiri di film The Invisible Man. Sangat saya rekomendasikan bagi penyuka jenis film Horror psikologis, Thriller dan Mistery. Rating dari saya 8/10. Untuk short review film-film yang sedang tayang dibioskop bisa cek di akun Instagram saya @boyke.h.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar