Jumat, 20 Mei 2016

Nostalgia Jawaban 14 Tahun Dalam Review Film Ada Apa Dengan Cinta 2 (By Habibi JMFC 036 Feat. Wahyu Ningrum JMFC 014)

Indonesia memiliki segudang judul film romansa, mulai dari yang setting sekolah hingga yang ceritanya menyinggung persoalan rumah tangga, akan tetapi jumlah film cinta-cintaan yang bisa dikatakan legendaris ataupun punya pasangan yang terbilang ikonik, memang tidak banyak, jumlahnya akan mengerucut jadi hanya beberapa judul saja, salah-satunya adalah Ada Apa Dengan Cinta? (2002). 

Gambar : imdb.com

Jika di era 70-an akhir kita punya Galih dan Ratna, lalu ada Ramadan dan Mona di tahun 80-an, generasi milenium kebagian Rangga dan Cinta. AADC, tidak hanya menjadi salah-satu film yang memicu bangkitnya perfilman Nasional yang kala itu sedang lesu, tapi juga jadi semacam patokan bagaimana film bertema cinta dibuat, tidak heran lepas suksesnya AADC, film-film sejenis pun mulai mengekor. 

Walau nanti muncul duet Adit dan Tita yang dimainkan Samuel Rizal dan Shandy Aulia, AADC seperti tidak bisa tergantikan hingga hari ini, Rangga dan Cinta punya tempatnya sendiri di hati penontonnya hingga 14 tahun kemudian. Jarang sekali kita punya film Indonesia yang dipuja dan dicintai seperti AADC, kisah percintaan yang amat sederhana tapi berhasil melekat kuat dari satu purnama ke purnama berikutnya.

Jadi, apa kabar Rangga dan Cinta hari ini? Pertanyaan yang kerap muncul setelah mendengar kalau AADC bakal dibuatkan sekuel, lalu secara otomatis disusul oleh sejuta pertanyaan lain. Mari lewati perdebatan perlu atau tak perlu AADC dibuat kelanjutannya, karena bagi mereka yang dibuat “ngegantung” 14 tahun yang lalu, hadirnya sekuel tentu diharapkan akan menjelaskan banyak hal, selain juga jadi momen pelepas rindu dan ajang untuk bernostalgia.

Sekuel AADC pun kemudian menjadi perlu, bukan saja untuk memadamkan rasa penasaran yang sudah lama berkobar-kobar, tetapi juga penyambung tali silaturahmi. AADC 2 jelas membuat banyak wajah terlihat happy, siapa sih yang tidak senang akan dipertemukan lagi dengan teman lama, tapi kesenangan tersebut juga diboncengi oleh kegelisahan, ada rasa cemas, ketakutan kalau ekspektasi yang sudah terlanjur tumbuh tinggi bisa saja dikecewakan. Saya seperti Rangga di sekuel ini, yang awalnya dipenuhi ketidakpastian tapi perlahan menemukan senyumnya kembali. AADC 2 memang bukanlah film yang sempurna, tapi sebagai sekuel, setidaknya Riri Riza mengenal betul apa yang sedang dibuatnya, dan dia pun tahu caranya bersenang-senang.

Perlu ide cerita yang menarik untuk dapat menghadirkan kembali sekuel film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) setelah sekian lama melegenda. Kesuksesan dan popularitas film pertama membuat penonton mempunyai harapan besar untuk dapat terpuaskan melalui film romantis ini. Sekarang, baik penonton maupun pemerannya sudah berusia dewasa sehingga masalah yang dikisahkan tidak lagi bersegmen remaja. Cinta dan Rangga pun harus menyelesaikan masalah mereka dengan cara dewasa.

Gambar : bintang.com

Ketidaksempurnaan seolah bersembunyi, yang tampak kemudian hanyalah film menyenangkan, sebuah sekuel yang tidak egois dan berambisi ingin lebih unggul dari predesesornya. AADC 2 hanya ingin berbagi kisah yang selama ini dipendam sendiri, tersimpan dalam kotak kardus, bertumpuk bareng dengan kenangan dan gambar dari masa lalu. Akan ada yang pahit ketika AADC 2 bercerita, tetapi kisah manisnya punya porsi yang lebih, dosisnya cukup untuk nantinya membuat kita tersenyum-senyum sendiri, layaknya Cinta yang tidak bisa menutupi gembiranya bertemu dengan Rangga. Mereka (akhirnya) dipertemukan di kota Jogja, setelah bertahun-tahun tak saling berkirim kabar dan menjalani kehidupannya masing-masing, semesta tiba-tiba memutuskan untuk berkonspirasi menyatukan kedua hati yang selama ini tersesat. Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra tentunya tidak lagi dicemplungkan dalam problematika percintaan putih abu-abu, AADC 2 akan menawarkan tontonan romansa yang jauh lebih dewasa dan kompleks, tapi tetap berusaha untuk tampil sederhana seperti pendahulunya. Hanya kisah yang berubah, tapi Rangga dan Cinta tetap sama, 14 tahun seperti baru kemarin.

Awal perjumpaan saya dengan AADC 2 memang tidak mulus, ada canggung pada beberapa menit pertama, seolah saya pangling lihat Cinta dan gengnya sekarang terlihat sangat beda. Tapi tak butuh waktu lama untuk saya kemudian terkoneksi dengan karakter yang dimainkan Dian, Adinia Wirasti, Titi Kamal, Sissy Prescillia dan Dennis Adhiswara, yang ternyata secara karakter tak banyak berubah, hanya tentunya diperlakukan lebih dewasa, termasuk Rangga.

Hebat ketika berurusan dengan karakter-karakternya, AADC 2 juga tahu bagaimana merangkum kejadian selama 14 tahun dalam berbagai bentuk penjelasan, berupa obrolan, surat-surat, dan bahkan foto. Tanpa berusaha banyak menjelaskan, AADC 2 membiarkan kita untuk menyimpulkan sendiri, agar durasi pun tak banyak terbuang pada kisah di masa lalu saja. AADC 2 adalah sebuah nostalgia manis yang membuat kita senang, gemas, haru, gembira dan merasakan segala macam rasa yang kadang sulit untuk diutarakan dengan kata. Kisah yang sederhana, percakapan yang apa adanya tapi begitu istimewa dalam menghantarkan rasa, mengisi hati tak hanya dengan rasa hangat tapi juga keceriaan yang memuaskan, pertemuan yang sangat berkesan.

Sedikit banyak, adegan dan dialog mengingatkan penulis pada trilogi film Before Sunrise sehingga muncul ketakutan akan hilangnya ekspektasi terhadap orisinalitas yang telah hadir hingga tiga perempat film namun nyatanya tidak. Mengulang performa AADC yang membayar kerinduan masyarakat akan film Indonesia yang berkualitas kala itu, kehadiran AADC 2 juga menghilangkan dahaga penonton akan film-film kita yang jenuh dengan kelatahan produksi yang seragam.

1 komentar:

  1. Aduuh..kok saya malah brpendapat kebalikannya ya abi? Hehe..filmnya brbau FTV remaja dan ending maksa. Trlalu byk kpentingan komersil juga.. Prtanyaannya, berapakah jumlah gelas yg diminum Cinta dan Rangga? Hehe..atau brp kalikah Rangga mngucap kata "maaf"? Rangga lebaran dipercepat, hehe.. But dibanding film2 Indonesia lainnya yg sjenis, tentu film ini msh lbh baik, tp blm trlalu bagus klo dibandingin yg prtama, msh brandai2 sbaiknya biarlah tudak dibuat sekuelnya krn yg prtama itu uidah trlalu bagus.. Gapapa ya abi ya, masing2 bole brpendapat.. Maju lah terus perfilman Indonesia. Thank you sumbangannya abi n ningrum.

    BalasHapus