Sabtu, 14 Mei 2016

Birdman, Sebuah Film Yang Membuat Movie Freaks Orgasme Berulang-Ulang

Wohoho...jangan berpikiran negatif dulu, hehe...maksudnya adalah film ini akan membuat para movie freaks pada umumnya atau yang bener-bener maniak film bergenre drama khususnya, akan merasa mendapatkan kepuasan yang klimaks dalam hal menonton, bisa mencapai berkali-kali sepanjang 100 menit durasi yang dimilikinya. Bagaimana tidak, penampilan akting para cast-nya dalam film ini outstanding banget, 5 stars class, kalo kita nonton seperti di teater beneran mungkin akan melakukan standing ovation sebagaimana adegan di dalam filmnya. Bagi kamu-kamu yang mencari film dengan suguhan akting yang berkualitas tinggi, maka film ini adalah salah satu wajib masuk daftar tontonan kamu. Mereka disini show off alias nak pamer skill akting.

Gambar : rogerebert.com

Film ini menceritakan tentang perjalanan karir seorang aktor bernama Riggan Thompson, yang pernah terkenal lewat film superhero “Birdman”-nya. Ia ingin bangkit dan keluar dari bayang-bayang image sebagai “Birdman” yang famous itu, dengan mencoba tantangan baru dalam dunia akting agar mendapat pengakuan dari penikmat dan kritikus film. Tantangan itu ada di panggung teater ternama, “Broadway”.

Fyi, memang sesuai aslinya, Broadway Theatres adalah beberapa teater yang terletak di sepanjang jalan Broadway di kota New York. Broadway Theatres memang terkenal sebagai legenda pusat aksi teater terbaik dunia. Disana telah dan selalu banyak dimainkan cerita-cerita panggung yang bagus-bagus, termasuk juga para pemerannya yang berkualitas top-top. Kalo kata orang-orang, loe belum lengkap liburan ke New York kalo belum nyicip nonton di Broadway Theatres.

Kesempatan itu ada dalam sebuah pertunjukkan teater yang diadaptasi, disutradarai dan diperankan oleh Riggan sendiri, berjudul “What We Talk About When We Talk About Love”. Sangat “menegangkan” bagaimana melihat tokoh utama, Riggan Thompson ini, must deal with semua orang yang ada disekitarnya, yaitu : anaknya yang cute itu (Emma Stone) tapi lack of perhatian dan kasih sayang (sini biar gue aja yang wakilin, haha...), kemudian ada pacarnya yang sekarang dan mantan istrinya, lalu produsernya, juga kepada rekan sesama pemeran, dan penonton serta terakhir sang “villain”-nya disini yaitu kritikus dan media.

 
Gambar : yeaharip.com

Riggan harus bisa menampilkan suatu pertunjukkan teater yang dapat memuaskan kritikus sambil tidak melepaskan kesenangan penonton awam yang datang ke dalam teaternya. Tentu itu bukanlah pekerjaan yang mudah, dia sedang berada diambang kebimbangan tentang titik balik perjalanan karirnya. Banyak kejutan dan twist yang ditemui selama pergelarannya, salah satunya yang menarik adalah saat Riggan terkunci dari luar dan masuk teater dalam keadaan hanya mengenakan celana dalam saja memaksa dia mengimprovisasi aktingnya, haha... Menariknya, IMHO (In My Humble Opinion), film ini sepertinya memang merupakan sindirian atau gambaran terhadap kehidupan nyata sang aktor utamanya sendiri.

Riggan ini kan diperankan oleh Michael Keaton, aktor kawakan yang udah malang melintang di dunia perfilman Hollywood, baik itu yang masuk box-office maupun yang ga. Namun sayang sekali dia belum pernah sekalipun meraih Piala Oscar. Filmnya yang paling terkenal adalah film Batman di tahun 1989-1992. Nah apakah Birdman itu merupakan proyeksi dari Batman-nya dia? Hehe... Dan memang 2 tahun terakhir ini Keaton mengeluarkan kemampuan akting terbaiknya lewat film-film yang jalurnya “Oscarable”. Sebut saja film ini, kemudian Spotlight dan nanti ada film The Founder.

Yah, sepertinya memang tersirat kalo Keaton dan Riggan adalah orang yang sama, mempunyai ambisi keluar dari bayang-bayang dan mencari tantangan baru, mengincar pengakuan dari para kritikus film. Film Birdman ini sendiri berhasil diakui dengan berhasil meraih 4 Piala Oscar, dan Keaton masuk sebagai nominasi aktor terbaiknya, Bravo! Hasil kerjasama semua yang “he must deal with” tadi. Sutradara Alejandro J. Innaritu yang mengarahkan dengan brilian, sajian cinematography terbaik dari Emmanuel Lubezki, serta cast yang luar biasa oke seperti Edward Norton, Naomi Watts dan Emma Stone.

Gambar : mmmfilm.net

Tak perlu visual effects yang berlebihan, film ini pun disajikan dengan sangat unik, yaitu one continuous long take, sepanjang film hanya satu angle yang berjalan mengikuti kemana para aktor berjalan, gila emang Lubezki nih, serba bisa. Ada satu adegan yang membuat saya "kalah telak" dari si Lubezki ini. Saat adegan Riggan dan mantan istrinya berdialog di depan cermin, angle kameranya hanya berani dari samping, gue bergumam "Hayoo loh..ga berani ambil angle depan cermin kan, karena kameranya ntar bisa keliatan di depan cermin...", seolah-olah dia denger, tantangan gue langsung dijawabnya, angle kamera bergeser ke depan cermin dan ga ada kamera yang terlihat di cermin, gileee ajiiiibbb.....Lubezki menang banyak dari gue, haha.

Film ini berarti masuk juga ke dalam artikel saya yang berjudul : Film-Film Dengan Gaya Visual Unik, bedanya ini bukan diambil dengan “handycam” pemerannya. Dan tak perlu juga banyak backsound, cuma suara solo drum men! Tetep aja menggigit suasana, sama rasanya kayak di film The Prestige. Kata-kata yang terucap dari mulut para pemeran pun sangat kritikal dan implisit, wajar jika menang Piala Oscar skenario terbaik. Ini sebuah sajian teatrikal yang memang pantas masuk "Broadway".


Overall, film ini tuh seperti “lagu jazz”-nya movie mania, hanya orang-orang “high class” yang terhibur menontonnya, kalo yang ga terhibur pasti akan bilang ini film ga jelas, hehe...no offense ya, hanya ibarat, selera kan beda-beda, ada yang suka lagu pop, rock, jazz dan dangdut, kalo saya mah suka semuanya asal bagus, hehe.... Thanks for reading ya.
JMFC 001 – Om Chan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar