Minggu, 11 Februari 2018

Review The Village (2004) : Awas tertipu!

Benci dengan apa yang disajikan diending, tapi suka dengan film tipikal beginian. Tipikal yang membangun misteri untuk penonton ikuti, bertanya-tanya, mengasah praduga dan mengambil kesimpulan, menyimpan rahasia sepanjang film tapi di ending memutarbalikkan hal-hal semua tadi 180 derajat! Twist ending. Ya, saya selalu suka dengan tipikal film seperti ini. Bertemu dengan karya M. Night Shyamalan adalah sebuah anugrah. Shyamalan adalah seorang filmmakers yang mempunyai trademark suka membuat film yang mempunyai twist ending, seperti The Sixth Sense dan Unbreakable. Lalu, bencinya kenapa? Karena twist yang satu ini membuat kita dipermainkan mentah-mentah, kena troll, Shyamalan ngetawain kita di belakang layar sepanjang 1 jam 48 menit durasi filmnya.

Gambar : imdb.com

Ceritanya, ada sebuah desa, ya sesuai judulnya The Village, yang populasinya sangat sedikit, paling sekitar 100 orang, hidup damai rukun. Tapi tidak aman sentosa, karena ada mitos yang berkembang bahwa desa itu dikelilingi oleh hutan terlarang. Hutan yang tak bole dilewati oleh siapapun, siapa yang lewat akan diserang oleh monster seperti landak setinggi manusia gitu. Jadi dari tahun ke tahun mereka seperti terisolasi dari dunia luar, mereka hanya berinteraksi dalam radius desa itu saja, ga ada yang berani ke kota. Kalo ada yang mau ke kota, harus minta ijin dulu sama tuo tengganai desa apakah diijinkan ato tidak. 

Hal ini lah yang memulai misteri, ada seorang pemuda bernama Lucius Hunt (Joaquin Phoenix) yang berencana untuk pergi ke kota dengan tujuan mencari obat-obatan. Lucius pun meminta ijin kepada para pendiri desa, namun tak disetujui. Nekat, Lucius mencoba untuk diam-diam maju melewati batas desa dan masuk ke hutan, baru beberapa langkah saja ia malah mengurungkan niatnya, berbalik badan dan kembali ke desa. Entah apa yang membuatnya mundur, apakah yang dilihatnya dihutan itu beneran monster?? Perbuatan Lucius ini nantinya akan punya konsekuensi. Apa itu? Tentu ga asik kalo diceritain, asiknya kalo ditonton sendiri.

Dalam film ini, misteri yang dibangun sangat rapi dan tersimpan. Apa yang janggal dari The Village? Apakah monsternya? Hutannya? Desanya? Atau orang-orangnya? Pertanyaan-pertanyaan ini akan membuat kita betah menunggu hasil akhir. Seperti pertandingan final Piala Champions’99, kita sebagai penonton adalah Bayern Munchen, dan Syhamalan adalah Manchester United, hehe... 

Gambar : imdb.com

Tahukah kamu bahwa, ada berita plagiarisme mengenai film ini, namun sampai sekarang belum ada perkembangan lebih lanjut. Simmon & Schuster, selaku penerbit buku berjudul Running Out Of Time yang ditulis oleh Margaret Haddix pada tahun 1996, mengungkapkan beberapa kemiripan substansial yang ada di film The Village dengan yang ada di buku. Contohnya seperti ide tentang sebuah desa yang terisolasi dari dunia luar, hutan terlarang, dan juga adanya karakter muda yang mesti keluar mencari obat-obatan, serta “endingnya”. Well...sayang sekali ya.

Terlepas dari hal diatas, penggarapan film ini patut diacungi jempol. Para tim produksi membutuhkan berminggu-minggu untuk membuat infrastruktur dan hunian desa. Para cast juga ditempatkan dalam “boot camp” agar dapat menjiwai suasana. Film ini juga merupakan debut Bryce Dallas Howard sebagai aktris utama, Shyamalan merekrut anak sutradara trilogi The DaVinci Code ini tanpa audisi lho. Howard berperan apik sebagai Ivy Walker, wanita tuna netra, kekasih Lucius Hunt. Overall film ini layak untuk ditonton, wajib untuk penggemar film-film mystery.

Gambar : berkreviews.com

SPOILER WARNING
Since you were here, ini adalah batas bagi kamu yang belum nonton, karena paragraf ini berisikan spoiler endingnya, so go back, tonton dulu, baru kembali lagi kesini. Kalo udah nonton, lanjut scroll. Melihat bagaimana scene Ivy melopat pagar dan bertemu penjaga suaka, seketika itu pula lah rasanya pengen banting hape.. (Cuma sayang hapenya...haha...). Kita akan mengumpat-umpat kepada Shyamalan atas apa yang dia perbuat sepanjang film, yang membuat kita mengira setting filmnya adalah tahun 1800an, dimana listrik belum ketemu, teknologi masih tradisional semua, eh ternyata sebenarnya adalah jaman 2000an ini. The Village adalah sebuah desa yang dibangun oleh sekelompok orang yang mempunyai latar sejarah trauma tragedi pahit yang menimpa keluarga mereka, ada yang keluarganya diperkosa, ada yang dibunuh, disiksa atau dirampok. Mereka ini yaitu para pendiri desa seperti mamaknya si Hunt yang diperankan Sigourney Weaver, kemudian Edward Walker, August Nicholson, dll. Mereka bertemu di counceling center sekitar tahun 1980an, dan setuju terhadap ide untuk mengisolasi diri di sebuah hutan, membangun keluarga dan hunian sendiri. Tujuannya adalah untuk menjauhkan mereka dari kriminalitas yang ada di kota. Walker, adalah seorang milyuner, sepertinya dialah yang punya hutan, kemudian menjadikannya suaka dan menggaji para petugas suaka untuk menjaga keterlibatan dunia luar (dilihat dari tulisan “WALKER” di body mobil), termasuk membayar pemerintah agar menetapkan zona larangan terbang disana. Sebegitu niatnya untuk menghindari dunia luar, Edward bahkan membuat berita palsu kematian dirinya (dilihat dari koran yang diambil dari peti Edward, tell me if i was wrong ya).

Memang ini twist yang sangat nendang, tapi twist ini seperti tidak menjadi bagian dari plot cerita yang dibangun dari awal, yaitu tentang desa, monster dan perjuangan Ivy. Padahal sebenarnya udah cukup oke ceritanya, creepy. Tapi dibuang begitu saja dengan ending tersebut. Mau berkesan twist ending tapi twistnya ga cantik, gitu deh kira-kira. Membuat film ini seperti permainan bagi Syhamalan, kita yang nonton jadi ga berkesan. Apalagi kalo dipikir-pikir, ada beberapa plot hole yang cukup mengganggu seperti dari mana populasi desa itu berasal, dari mana peralatan dan makanan hari-hari datang jika ga bole ada yang ke kota.

pinterest.co.uk
Gambar : pinterest.co.uk


2 komentar:

  1. Alasan noah benci sama lucius apa sih ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masalah asmara brow, pan si Noah naksir Ivy, sedangkan Ivy deketnya ama Lucius

      Hapus