Rabu, 16 Desember 2015

The Hunger Games Movies : Drama politik minim action yang dibalut pakai cinta-cintaan

Review The Hunger Games Movies


Warning : Bacanya sampai habis ya, ini pendapat subjektif dari sudut pandang saya, setiap orang bebas berpendapat, so jangan mesti sama dengan pendapat kalian ya, ntar kaget jantungan pula habis baca ini, hehe. Dan yang saya review adalah movienya, bukan novelnya, karena saya ga suka baca novel, so jangan dibanding-bandingin terlalu dalam, ntar susah nariknya, hoho.

Warning : This may contain spoiler, so be alert for yourself and your own safety watching.

Pasca menonton tuntas semua installment dari film action drama teenagers yang satu ini tadi malam, The Hunger Games – Mockingjay Part II, kesimpulan yang saya punya semakin kuat dan sah, mengecewakan! Mengapa mengecewakan? Ya karena "iklan" trailer dan posternya menampilkan hal-hal macho, action, tapi sejak film pertamanya naik tayang, tidak banyak adegan action yang ditampilkan, melainkan malah penekanan kepada sisi dramanya, baik drama percintaan yang mewek-mewek maupun drama politik basa-basi.



Saya penggemar film action, jadi ya tentu ini merupakan sebuah pukulan telak buat saya, karena saat perdana film ini diangkat dari novel ke layar lebar, mereka seolah-olah mengiming-imingi saya akan suguhan film perang, pertempuran, revolusioner, pemberontakan, separatis, pasukan, senjata, ledakan, perkelahian dan pertumpahan darah atau apalah namanya yang saya tau sebagai unsur dari sebuah sajian film action.


Bagaimana tidak? Dari film pertamanya saja sudah ada bumbu-bumbu akan timbulnya perang pemberontakan saat adegan Three Fingers Salute jadi trending topic world wide dan menjadikannya sebagai ikon The Hunger Games. Iming-iming lainnya, dalam sebelum sekuel final chapter ini malah ditampakkan ramenya penghuni dari distrik-distrik yang akan melakukan pemberontakan, tak kalah juga jumlah pasukan Peacekeeper yang dipunyai Presiden Snow dari Capitol, tapi kemana mereka dalam final chapter malah ilang dari peredaran kamera, tak masuk pola sutradara. Terakhir, pertarungan para Tribute dalam The Hunger Games, udah sempat sebenarnya mengangkat adrenalin saya akan bagaimana sekuel-sekualnya nanti. Berharap pasti skillnya para tribute akan banyak dipakai dalam pertempuran, akan banyak, akan banyak, ternyata memang cuma “akan” dan tak menjadi kenyataan. Fiuhh…



But, film tak selalu salah bro, mungkin kita yang salah. Kita? Loe aja kali…hehe. Iya saya mungkin saja salah dengan mengharapkan ini adalah film action. Coba saya ubah point of viewnya, saya anggap ini adalah film drama, namun ditambahkan dengan unsur action, maka film ini will blow your mind. Sisi drama percintaan yang disuguhkan bener-bener dikemas complicated dan unpredictable sampe akhir.

Setiap orang dibuat punya prediksi dan dasar yang benar dari sisi pendapat mereka bahwa si jargonnya film ini, Katniss Everdeen, akan menjatuhkan pilihannya kepada siapa, Gale ato Peeta. Film semakin dramatis ketika orang-orang yang dicintai tewas. Lebih dahsyat lagi unsur drama politiknya, hanya sedikit memang konspirasinya, tapi sedikit itu lebih dari cukup untuk membuat Twist yang sangat explode.


Akting drama para pemain cukup dapat disini, yang cukup unik adalah tak perlu menampakkan muka sinis untuk menjadikannya antagonis dan tak perlu menampakkan memelas untuk membuat mereka protagonis.
Sebagai film drama, ini exclusive deh, but not as action movie, this was so pathetic, sebagai film action ini jauh dari kata bagus, apalagi film Part II ini ada beberapa cacat kemasan actionnya, hanya imajinasi penggambaran Pod, ranjau milik The Capitol, yang dapat memberikan kejutan buat penonton termasuk saya.


Btw, ane salut ama yang bikin filmnya, karena ini ane yakin sebagai sindiran terhadap keadaan dunia di negara manapun. Bagaimana mengelola sebuah negara dengan beragam daerah dan tingkat pemerataan hak dan kesejahteraan. Rakyat di daerah bekerja dan menderita hanya untuk mensejahterakan dan menyenangkan pihak pejabat, ibukota dan penghuninya. Termasuk juga cara-cara "lucu" dalam mengutarakan rencana dan aksi perpolitikannya, mereka bikin iklan bergantian, trus tiap adegan yang bagus-bagus direkam dan ditayangin di tv. Semua ini sangat mirip dengan kondisi negara kita sendiri, Indonesia! Inilah cerminan bangsa kita yang sibuk dengan politik pencitraan, adu domba, semua saling ingin berkuasa, dan matinya demokrasi!

Salam 3 jari.
Review The Hunger Games Movies
Udah bacanya? Gimana kalo menurut kamu? 
Jangan lupa komen,karena pembaca yang baik adalah yang meninggalkan jejak, jangan dibaca doank karena ini bukan koran, hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar